Laporan Praktikum Kinetika Kemunduran Mutu Susu Bubuk


BAB I

 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu sumber gizi yang baik bagi manusia karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air sebagai bahan penyusun utama. Kandungan gizi dan kadar air (87%) yang tinggi menyebabkan susu menjadi media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme dan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak diinginkan sehingga susu mudah mengalami kerusakan. Hal ini tentu sangat merugikan karena selain kaya akan kandungan gizi, susu juga banyak dimanfaatkan di industri pangan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan. Pengolahan susu segar cair menjadi bubuk akan memberikan banyak keuntungan, yaitu meningkatkan total padatan pada susu, umur simpan, dan menurunkan biaya transportasi karena bobotnya yang ringan.


Menurut data USDA (2010), konsumsi susu bubuk Indonesia meningkat 6.000 ton dari 106.000 ton menjadi 112.000 ton selama tahun 2009-2010. Data itu menunjukkan penerimaan masyarakat Indonesia akan susu bubuk cukup tinggi. Selain untuk dikonsumsi, susu bubuk juga banyak dimanfaatkan di industri pangan seperti industri bakery,permen, dan saus. Hal ini karena susu bubuk merupakan sumber nutrisi ekonomis bagi industri yang membutuhkan komponen gizi dari susu seperti lemak susu, mudah dalam transportasi dan penyimpanan, dan mudah direkonstitusi. Indonesia adalah negara beriklim tropis sehingga susu yang kaya nutrisi sangat rentan terhadap serangan mikroorganisme yang mempercepat kerusakannya. Oleh karena itu masyarakat lebih memilih susu dalam bentuk bubuk yang mana memiliki kadar air rendah serta lebih tahan lama sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu lebih lama. Di negara yang produksi susunya terbatas seperti Indonesia, susu yang banyak beredar adalah susu rekombinasi. Susu rekombinasi adalah produk susu hasil pencampuran lemak susu dan padatan susu tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan air. Pencampuran ini akan menghasilkan susu dengan komposisi lemak tertentu (Walstra 1982).


Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), mekanisme penurunan mutu untuk produk susu bubuk adalah akibat penyerapan uap air dan oksidasi. Untuk produk susu bubuk dengan kadar lemak yang tinggi, kedua faktor tersebut menjadi sangat penting. Untuk itu peran kemasan sangatlah penting dalam melindungi produk susu bubuk. Kemasan dengan permeabilitas uap air yang rendah dapat menekan pengaruh kadar air dalam penurunan mutu susu bubuk sehingga faktor kritis yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah oksidasi. Oksidasi akan menurunkan mutu susu bubuk baik secara fisikokimia maupun organoleptik karena akan menghasilkan aroma tengik yang dapat menurunkan penerimaan konsumen.


Salah satu upaya untuk memenuhi persyaratan mutu dalam rangka melindungi konsumen adalah dengan memberikan informasi mengenai umur simpan produk susu bubuk. Informasi tentang umur simpan merupakan hak konsumen seperti yang tertera dalam PP No. 69 Tahun 1999 tentang label pangan pada Bab II Pasal 2 dan 3 yang berisi bahwa setiap orang atau pihak yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan, dimana keterangan dalam label mencakup kewajiban untuk mencantumkan masa kadaluarsa produk. Sebelum dilakukan penetapan umur simpan suatu produk pangan, perlu diketahui laju penurunan mutunya terhadap kondisi lingkungan. Laju penurunan mutu akan ditentukan berdasarkan parameter kritisnya. Dengan menentukan laju penurunan mutunya, kita dapat mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhi penurunan mutu dari susu bubuk dan seberapa cepat laju kerusakannya.


 Tujuan

Tujuan dari praktikum yang dilakukan ini adalah

1.    1. Metapk batas nilai mutu dari susu bubuk pada saat tidak diterima konsumen

2.   2. Mengetahui kecepatan penurunan mutu susu bubuk

3.  3. Meramalkan waktu kadaluarsa dari susu bubuk

 

 

DASAR TEORI


1.     Susu Bubuk 

Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%) dan padatan susu tanpa lemak (9%) yang mengandung mineral (0.7%), laktosa (4.9%) dan protein (3.4%). Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Selain dikonsumsi dengan cara direkonstusi menjadi susu cair, susu bubuk juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pengolahan pangan contohnya untuk pembuatan produk bakery. Susu bubuk digunakan untuk meningkatkan nilai gizi dan sifat fungsionalnya seperti penerimaan sensori dan tekstur. Susu bubuk sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke 2008). Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk (Chandan 1997).

Komponen

(%)

Kadar air

3.0

Kadar lemak

27.5

Kadar protein

26.4

Kadar laktosa

37.2

Kadar mineral

5.9

 

Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan pangan dengan umur simpannya. Pengurangan kadar air dengan pengeringan membantu memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara mengurangi kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah dua tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder), dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder).


2.         Penurunan Mutu Produk Pangan


Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami perubahan. Produk pangan mengalami penurunan mutu apabila terjadi perubahan fisik, kimia, mikrobiologis, enzimatis, maupun organoleptik yang berpotensi menurunkan mutu dan penerimaan konsumen. Tingkat penurunan mutu dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan, seperti suhu, intensitas cahaya, konsentrasi O2 dan CO2, kelembaban relatif, dan tekanan (Arpah 2001).


Penurunan mutu pada makanan umunya terjadi selama pengolahan, penyimpanan, dan distribusi. Pada selang penyimpanan dengan suhu tertentu, satu atau lebih atribut mutu akan mencapai kondisi yang tidak diinginkan dimana penurunan mutu produk pangan tersebut dapat menyebabkan penolakan konsumen atau bahkan berbahaya bagi orang yang mengonsumsinya (Man 2000). Hasil dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi (Syarief dan Halid 1993). Perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi merupakan faktor utama yang menyebabkan penuruanan mutu pada produk pangan (Man 2000).


Selama proses dan penyimpanan, perubahan kimia dapat terjadi pada produk pangan yang disebabkan faktor lingkungan dan faktor dari dalam pangan itu sendiri. Perubahan kimia yang paling sering terjadi pada produk pangan adalah reaksi enzimatik, reaksi oksidasi dan reaksi pencoklatan non enzimatik (Man 2000). Reaksi enzimatik akan berlangsung dengan cepat pada suhu yang sesuai, umumnya pada suhu ruang. Selain dipengaruhhi oleh suhu, enzim juga dapat dipicu oleh faktor-faktor lingkungan seperti oksigen, air, dan pH. Keberadaan asam lemak tidak jenuh pada produk pangan juga memicu reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ketengikan selama penyimpanan. Laju oksidasi lemak dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti ketersediaan oksigen, suhu, dan cahaya. Reaksi pencoklatan non enzimatik atau reaksi Maillard menjadi penyebab penurunan gizi dan kualitas pada sejumlah produk pangan. Reaksi Maillard terjadi sebagai akibat interaksi antara gula pereduksi dan asam-asam amino (Man 2000).


Perubahan mutu produk pangan selama penyimpanan dapat dipicu oleh berbagai faktor, dimana salah satu yang paling sering mempercepat penurunan mutunya adalah suhu. Kenaikan suhu penyimpanan akan meningkatkan penurunan mutu produk pangan (Man 2000). Fluktuasi suhu juga akan meningkatkan potensi penurunan mutu produk pangan. Oleh karena itu, sering digunakan suatu model matematika untuk memprediksi penurunan mutu produk pangan sebagai fungsi dari suhu penyimpanan yang bervariasi (Labuza 1982).


Menurut Labuza (1982), permodelan perubahan mutu berdasarkan sifat kimia  dapat didekati dengan dua cara, yaitu pendekatan mekanis dan pendekatan semi empiris. Pendekatan mekanis adalah pendekatan yang ditekankan kepada mekanisme reaksi, tahap-tahap reaksi serta pengaruh berbagai komponen terhadap reaksi sedangkan pada pendekatan semi empiris mekanisme reaksi yang sesungguhnya maupun tahap-tahapnya tidak menjadi fokus perhatian namun yang ingin diketahui adalah laju reaksi yang berlangsung atau kinetika reaksi. Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi reaktan per satuan waktu. Laju reaksi dapat ditentukan dari konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk suatu reaksi.


Dalam Labuza (1982), laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Mengubah konsentrasi suatu zat dalam suatu reaksi dapat mengubah laju reaksinya juga. Oleh karena itu, perlu diketahui pengaruh konsentrasi dalam kecepatan reaksi suatu bahan pangan dengan cara menentukan ordo reaksinya. Ordo reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Penentuan ordo reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan eksperimen dengan menggunakan sederet konsentrasi pereaksi.


Konstanta laju reaksi bersifat konstan terhadap konsentrasi pereaksi namun akan berubah jika terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti suhu. Lebih lanjut, Labuza (1983) menyatakan sebagian besar reaksi deteriorasi pada produk pangan termasuk reaksi kinetika ordo nol dan ordo satu.  


a.     Ordo Reaksi Nol 

Tipe kerusakan yang tergolong dalam reaksi ordo nol menurut Labuza (1982) diantaranya degradasi enzim, pencoklatan non enzimatis dan oksidasi lemak pada bahan pangan. Pada reaksi ordo nol dimana n = 0, laju reaksi tidak tergantung pada konsentrasi pereaksi dan bersifat konstan pada suhu tetap. Jadi laju reaksi ordo nol hanya tergantung pada konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k.


b.     Ordo Reaksi Satu 

Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam reaksi ordo satu diantaranya ketengikan pada lemak atau minyak, pertumbuhan mikroorganisme, off flavor oleh mikroba, kerusakan vitamin, dan kehilangan mutu protein (Labuza, 1982). Laju reaksi menurut ordo satu dimana n = 1, dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi dimana laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi. Hal ini berarti peningkatan konsentrasi akan meningkatkan pula laju reaksi. Laju reaksi ordo satu berdasarkan penurunan konsentrasi pereaksi A terhadap waktu.

 

BAB II

METODE PRAKTIKUM

Tempat Dan Waktu

Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Papua, Manokwari. Praktikum ini Berlangsung Pada Hari Atau Tanggal; Senin,  1 April 2019. Jam 07.30 sampai 10.00 wit. Sedangkan untuk pengamatan perubahan kemunduran mutu dilakukan secara periodik setiap 7 hari sekali selama 1 bulan.

Alat dan bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah; oven pengering vakum, timbangan analitik, ayakan 80 mesh,4 tabung reaksi, gelas ukur 10 ml, dan pipet, sedangkan bahan yang digunakan adalah; susu bubuk, kemasan palastik jenis, aquades, dan  kertas.

Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah dapat dilihat pada gambar diagram alir berikut;




Bagan alir 1. Cara kerja kinetika kemunduran mutu susu bubuk selama 35 hari




Tabunng reaksi                     

 

Variabel Pengamatan


Dari praktikum ini variabel yang diamati adalah perubahan mutu susu bubuk yang terdiri dari presentase pengumpalan (gravimetric), perubahan susu bubuk dengan pengukuran asorbansi (spektrofotometri) dan warna susu bubuk.

 

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil






 

Pembahasan


Dari praktikum yang dilakukan ini, judul praktikum yang digunakan adalah : “kinetika kemunduran mutu susu bubuk”. Susu bubuk yaitu susu berupa padatan yang diproses dari susu segar cair untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Dimana susu bubuk ini sering mengalami kemunduran mutu disaat selama penyimpanan dengan suhu tertentu akibat berbagai reaksi seperti reaksi kimia, fisik maupun mikrobiologi , sehingga dapat menyebabkan penolakan konsumen atau bahkan berbahaya bagi orang yang mengonsumsinya (Man 2000).


Diri praktikum yang dilakukan ini, susu bubuk dikemas dalam kemasan plastik jenis PP dan PE pada suhu yang berbeda yaitu; suhu 10oC, 28oC dan 38oC dengan 2x ulangan, kemudian dilakukan pengamatan  dalam 7 hari sekali selamah 35 hari.


Adapun metode pengamatan  yang diamati antara lain;


Langkah pertama menghitung jumlah ayakan yang lolos dan tidak lolos untuk menghitung pengumpalan susu bubuk. Dan langkah ke dua Menghitung absorbansi, setelah nilai pengumpalan dan absorbansi didapat hasilnya dapat digunakan untuk ditabulasi dalam  penentuan umur simpan susu bubuk.


Dari hasil tabulasi pada penentuan umur simpan dengan kemasan plastic jenis PP dan plastic jenis PE dapat dilihat bahwa ; nilai exponden yang diambil dari masing masing suhu  untuk  digunakan dalam penentuan masa simpan, diperoleh  hasil dalam hitungan tahun untuk jenis PP yaitu; suhu 10oC=1.27, suhu 28oC=0.47 suhu 38oC=0.25 tahun. Dan untuk plastic jenis PE pada suhu 10oC=0.008, 28oC=0.005 dan 38oC= 0.004 tahun.


hasil ini  dapat membuktikan bahwa pada suhu 10oC bisa dapat bertahan lebih lama dalam penurunan mutu susu bubuk di bandingkan dengan penyimpanan pada suhu 28 dan 38 oC yang dengan cepat mengalami penurunan mutu. Dengan ini dapat diketahui bahwa Perubahan mutu produk susu bubuk yang terjadi disebabkan oleh suhu. dimana suhu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi penurunan mutu susu bubuk selama penyimpanan.  Menurut (Man 2000).


Hal ini menurut (Man 2000). Selain dipengaruhhi oleh suhu, enzim juga dapat dipicu oleh faktor-faktor lingkungan seperti oksigen, air, dan pH. Sehingga dalam praktikum ini Laju oksidasi lemak pada susu bubuk dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti ketersediaan oksigen, suhu, dan cahaya. Reaksi pencoklatan non enzimatik atau reaksi Maillard menjadi penyebab penurunan gizi dan kualitas pada sejumlah produk pangan. Reaksi Maillard terjadi sebagai akibat interaksi antara gula pereduksi dan asam-asam amino.


Pada pengamatan nilai absorbansi.yang diperoleh pada ( tabel 5) dapat memperlihatkan bahwa pada pengamatan hari ke-0 hingga hari ke- 21 semakin lama mengalami penurunan nilai absorbansinnya, namun pada hari ke- 28 meningkat setelah itu menurun lagi absorbansinya. Hal ini bisa dapat diperkirakan bahwa dalam pengukuran absorbansi pada hari ke -28 terjadi kesalahan. Karena dimana jika susu bubuk disimpan lama maka suhu dan lama penyimpanan akan mempengaruhi nilai absorbansi menurun namun pada hari 28 meningkat berbeda jau. Sehingga Dari hasil yang diperoleh dalam praktikum ini dapat diketahui bahwa produk susu bubuk yang disimpan pada suhu 10oC  memiliki umur simpan yang panjang dibandingkan dengan suhu 28 dan 38oC.

 

 

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan


Dari hasil dan pembahasan dapat dibuat kesimpulan bahwa;


Susu bubuk adalah produk susu yang diproses dari susu cair dengan dengan kandungan yang solid tinggi. Pada praktikum ini dapat dilihat bahwa mutu produk susu bubuk yang baik adalah penyimpanan pada suhu 10oC karena umur penyimpanannya bisa lebih dari 1 tahun dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu suhu, 28oC dan 38oC.


Selamah penyimpanan mutu susu bubuk lebih menurun saat suhu semakin meningkat sehingga alternatif yang bisa digunakan adalah menjaga susu bubuk dalam waktu suhu yang rendah.


Susu bubuk yang disimpan dalam suhu 10oC – 38oC bisa bertahan dalam kurung waktu 1 tahun lebih, namun kemungkinan bisa mengalami kerusakan jika suhu semakin meningkat diatas dari 38oC

 

Saran

Setelah praktikum ini dilakukan, praktikan dapat menyarankan agar praktikum selanjutnya bisa dilakukan pertengaan semester bersamaan dengan materi kulia. Dan tolong kurangi materi kulia yang banyak sebab yang materi dasar lain  belum bisa dipahami dengan baik akibat praktikum dilaksanakan lebih sedikit dibandingkan dengan materi

 

 


 DAFTAR PUSTAKA

ü Labuza TP. 1982. Shelf-life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc., Westport, Connecticut.

ü Labuza TP. 1983. Reaction kinetics and accelerated test simulation as a function of temperature. In: Saguy I (ed.). Computer-aided Techniques in Food Technology. Marcel-Dekker, New York. 

ü Man CM. 2000. Shelf-life Evaluation of Foods, 2nd ed. Aspen Publisher Incorporation, London. 

ü Miller GD, Jarvis JK, McBean LD. 2006. Handbook of Dairy Foods and Nutrition Third Edition. CRC Press, New York.  . 

ü Standar Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-2970-1999 tentang Susu Bubuk. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. 

ü Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk.  Lacticia Press, Yogyakarta.

ü USDA 2010. Whole milk powder production and consumption: summary for selected countries.  http://www.fas.usda.gov/psdonline

ü Fennema OR. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York.

ü Arpah M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Makanan. Program Pasca Sarjana Ilmu Pangan IPB, Bogor

Masukan email anda & tekan tombol subscribe untuk mendapatkan update terbaru dari Portal Onelack Ndawe :

Delivered by FeedBurner

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama