LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
Oleh :
Irio Wenda
(201620005)
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi.
Salah satu cara memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah dengan mengemasnya. Pengemasan dibedakan menjadi dua yaitu kemasan tradisional dan kemasan modern. Di Indonesia sendiri kemasan tradisional umumnya berasal dari sumber daya nabati maupun hewani seperti daun, pelindung buah seperti batok kelapa, bambu, kayu, tulang, tanah liat, kulit binatang.
Pengemasan juga berfungsi sebagai sarana iklan sebuah produk dan memiliki nilai kekhasan tersendiri. Fungsi lainnya adala seperti memperlambat perpindahan gas, pertukaran udara, panas dan cahaya, melindungi dari kelembaban udara.
Indonesia terdiri dari keragaman suku bangsa sehingga memiliki keragaman budaya. Budaya tersebut mencakup sistem teknologi tradisional, adat istiadat, dan sebagainya. Di antara keragaman itu, salah satu hasil budaya yang menarik adalah keragaman jenis makanan tradisional, keterkaitan erat yang ada di dalamnya antara lain teknologi pengolahan bahan dalam proses pembuatan kemasan maupun proses memasak makanan tradisional. Seluruh suku di Indonesia memiliki kekhasan dalam jenis, teknologi, dan kemasan makanan tradisional. Kemasan tradisional yang sudah sejak dahulu dimanfaatkan adalah menggunakan daun, pelepah, tulang, kulit binatang, tanah liat, dan bambu. Seiring dengan zaman hanya beberapa media pengemas tradisional yang bertahan seperti daun, bambu dan pelepah.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kemasan tradisional mulai tersingkirkan dan diganti dengan kemasan modern yang dinilai lebih baik. Lebih baik menjaga umur simpan bahan, lebih mudah dibentuk sesuai keinginan, dan praktis. Keunggulan ini jelas menutupi kemasan tradisional yang nilai barriernya rendah, mulai susah ditemukan, serta tidak praktis. Perbedaan sifat msing-masing kemasan inilah yang membuat masa simpan produk pangan berbeda.
Walau dengan alasan demikan, penggunaan kemasan tradisional tidak sepenuhnya hilang dari dunia pengemasan. Belakangan ini penggunaan kemasan tradisional kembali marak sebab rasa bahan pangan yang dikemas lebih khas dibanding kemasan tradisional. Kemasan tradisional merupakan kemasan yang telah digunakan di Indonesia sejak lama. Penggunaan kemasan tradisional biasanya digunakan untuk mengemas makanan tradisional. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kemasan tradisional masih digunakan bahkan untuk membungkus makanan nontradisional. Sebabnya alasan kemasan tradisional dirasa masih relevan dengan fungsi kemasan yang sebenarnya.
Dalam mengemas bahan makanan pengemas sering dipasangkan dengan penyimpanan untuk lebih memaksimalkan fungsinya. Penyimpanan dimaksud adalah seperti lingkungan penyimpanan, penggunaan refrigerator atau pemanas bahan, sampai hanya sebatas menyimpnan pada suhu ruang. Kondisi penyimpanan dimaksud akan turu berpengaruh pada mutu dan kualitas produk selama masa penyimpanan.
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk membandingkan perbedaan baik bentuk fisik, fungsi, serta kelemahan maupun kelebihan kemasan tradisional dibandingkan dengan kemasan modern.
Tujuan
Mengidentifikasi produk pangan yang menggunakan kemasan dari bahan alami (daun, bambu dan kayu).
Mengidentifikasi jenis-jenis daun yang digunakan sebagai kemasan.
Manfaat
Dapat mengetahui produk pangan yang menggunakan kemasan dari bahan alami (daun, bambu dan kayu).
Mengetahui jenis-jenis daun yang digunakan sebagai kemasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas atau dibungkusnya. (Julian, 2006).
Pada dasarnya, kemasan memiliki peranan awal dan utama sebagai perlindungan kepada produk yang dikemasnya. Hal ini harus selalu diperhitungkan, terutama ketika menyangkut kemasan untuk produk makanan. Menurut Practical Action, kemasan seharusnya mampu menjaga produknya dari faktor-faktor, seperti kontaminasi (agar produk tetap terjaga kehigenisannya); kerusakan ketika dibawa dan didistribusikan; serta unsur-unsur lain, seperti cuaca, panas, dan air. Selain fungsi perlindungan ini, ditambahkan pula fungsi kemasan sebagai pemberi identifikasi dan informasi terkait dengan produknya (Karina, 2014).
Kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air. Salah satu jenis kemasan bahan pangan yaitu plastik. Faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas pada kemasan plastik antara lain adalah jenis permeabilitas, ada tidaknya ikatan silang (cross linking ), suhu, bahan tambahan elastis (plasticer ), jenis polimer film, sifat dan besar molekul gas, serta kelarutan bahan. (Herawaty, 2008).
Bahan kemasan yang digunakan adalah bahan alami maupun buatan. Bahan kemas alami seperti daun, bambu (ruas, bilah, anyaman), dan peti kayu masih banyak digunakan terutama untuk kemasan hasil pertanian dan produk agroindustri tradisional, seperti keranjang dan bongsang bambu, peti kayu, daun aren/kelapa/sagu, pandan, dll.
Penggunaan bahan kemas yang bersifat alami ini memberikan nilai estetika tersendiri, baik dari segi penampilan maupun ciri khas produk yang dikemasnya. Bahan kemasan alami ditinjau dari segi keberadaannya, masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga yang relatif murah lagi pula tidak memberikan dampak yang negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membuat produk lain, misalnya kompos. Akan tetapi bilamana tidak segera ditangani, maka limbah bahan kemas alami ini dapat pula memberikan dampak negatif, dengan memberikan cemaran karena aroma yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut dapat menghasilkan bau yang tidak sedap.
Makanan dan minuman disamping merupakan kebutuhan pokok, juga merupakan obyek perdagangan, oleh karena itu diharuskan memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh pemerintah, untuk menjaga keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen. Makanan dan minuman memegang peranan penting dalam hidup manusia, makanan dan minuman menjadi obyek komoditas dagang orang-perorangan dalam bentuk home industry sampai berkembang menjadi industri-industri besar yang dijalankan oleh berbagai badan hukum sebagai pelaku usaha dagang dalam lingkup pasar tradisional maupun pasar modern. Makanan dan minuman yang diperdagangkan diberi label lalu dikemas dalam bentuk sederhana sampai dengan bentuk kemasan yang sangat menarik karena masyarakat sebagai konsumen memiliki suatu persepsi bahwa produk yang dikemas dengan sangat menarik, berharga lebih mahal dari produk serupa yang dikemas lebih sederhana, dinilai pasti lebih bermutu dan berkualitas (Solag, 2013).
Pada akhirnya fungsi kemasan akan dapat menggeser masa kedaluwarsa lebih lama. Perlambatan laju penurunan mutu produk dapat dilakukan dengan memperbaiki kemasan, faktor penyimpanan, faktor penanganan distribusi atau faktor penanganan lainnya. Dengan penambahan alternatif tersebut, pada akhirnya dapat meningkatkan masa kedaluwarsa produk pangan yang pada awalnya hanya memiliki masa kedaluwarsa 4 bulan menjadi 6,80 bulan. Dengan cara memperlambat laju penurunan mutu produk melalui alternatif penanganan produk pangan, pada akhirnya dapat menggeser massa kadaluarsa lebih lama (Herawaty, 2008).
Daun masuk kedalam Kemasan sekali pakai ( disposable) , yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah dipakai (Julian, 2006). Kemasan tradisional yang biasa digunakan di Indonesia umumnya berasal dari daun, bambu maupun kayu. Kemasan tradisional yang paling banyak digunakan adalah daun. Penggunaan daun yang paling popular adalah daun pisang, daun jambu, kulit jagung, daun kelapas, daun waru, dan bambu. Daun pisang adalah daun paling banyak digunakan adalah daun yang lebar, mempunyai sifat fisik yang halus, lemas, mudah dilipat, tidak mudah hancur saat dipanggan ataupun dikukus. Dilihat dari kandungannya, daun pisang mengandung polifenol yang sebagian besar dalam bentuk EGGG (Epi Gallo Cathechin Gallat) yang berperan dalam menghasilkan aroma khas. Kandungan polifenol pada daun dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus (Hendrasty, 2013). Serat yang membentuk daun pisang membuat lembaran-lembaran daun ini cukup kuat untuk dilipat-lipat, apalagi jika dipanaskan terlebih dahulu sehingga agak layu dan tidak mudah sobek. Daun pisang juga relatif mudah dibersihkan, cukup mengelap permukaannya dengan kain dan aneka makanan dapat dibungkus dengannya tanpa perlumenambahkan pelapis (Astuti, 2009).
Bambu yang biasa digunakan sebagai kemasan berasal dari tanaman bambu dalam pembuatan kemasan bambu diiris tipis kemudian dianyam menjadi wadah tertentu (jawa = besek). Pengemas dari bambu merupakan pengemas sederhana dan terbatas penggunaannya. Kemasn tidak tahan terhadap uap air, gas maupun panas, sehingga produk yang dikemas harus bersifat kering atau setengah kering dan penyimpanan dilakukan dalam waktu yang singkat (Hendrasty, 2013).
Mulai menurunkan tingkat penggunaan kemasan tradisional juga dapat dikarenakan minimnya desain kemasan yang bisa diterapkan. Padahal untuk menunjang pemasaran diperlukan kemasan yang menarik. Tujuannya adalah agar konsumen tertarik terhadap produk yang dijual dan meningkatkan harga jual, karena karena produk yang dibuat juga harus memenuhi kepuasan konsumen (Hidayat, 2016).
BAB III
METODE
3.1. Tempat Dan Waktu
Praktikum ini dilakukan secara mandiri dengan survei kemasan alami di pasar tradisional wosi dan sangggeng, Manokwari, Papua Barat. Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Atau Tanggal Senin, 22 Maret 2021, jam 9 ;00 – Selesai WPB .
3.2 . Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah; Alat tulis dan kamera android. sedangkan bahan yang dijadikan untuk hasil praktikum adalah informasi dan gambar yang didapat dari pasar tradisional wosi dan sanggeng.
3.3. Cara Kerja
Cara kerja dalam pratikum ini adalah; Survei pasar tradisional lalu mengamati kemasan alami mulai dari 3 kemasan daun, 3 kemasan kayu dan 3 kemasan bambu. Kemasan yang sudah di amati masing masing di foto lalu tuliskan kelebihan dan kekurangan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Hasil
Hasil yang didapat dari praktikum ini adalah;
Tabel .5.1.1. hasil praktikum survei di pasar manokwari
4. 2 . Pembahasan
Pada dasarnya, kemasan alami merupaan bahan utama perlindungan kepada produk yang dikemasnya. Menurut Practical Action, kemasan seharusnya mampu menjaga produknya dari faktor-faktor, seperti kontaminasi (agar produk tetap terjaga kehigenisannya); kerusakan ketika dibawa dan didistribusikan; serta unsur-unsur lain, seperti cuaca, panas, dan air. Selain fungsi perlindungan ini, ditambahkan pula fungsi kemasan sebagai pemberi identifikasi dan informasi terkait dengan produknya (Karina, 2014).
Dalam pratikum ini kemasan alami yang didapati di pasar manokwari yaitu; kemasan daun, bambu dan kemasan kayu. Ketikka jenis kemasan ini digunakan untuk membungkus bahan makanan dan hasil produk pertanian saat pemasaran maupun pengangkutan dari suatu tempat ke tempat lain.
(Menurut hasil wawancara dipasar wosi, manokwari) kemasan bambu dan kayu yang didapati dimanokwari untuk mewadai rica dan tomat biasanya digunakan saat pendistribusian dari kebun ataupun ke luar daerah manokwari. Sedangkan kemasan daun pisang dan dan kelapa digunakan untuk membungkus hasil produk makanan seperti nasi buras, ketupat dan berbagai olahan makan siap saji yang memiliki sifat kering dan padat.
Daun pisang baik digunakan untuk mengemas, dikarenakan sifat fisik yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Dan penggunaan kemasan bambu dan kayu dikarenakan memiliki bahan baku yang sudah tersedia di alam dan harga murah dibandingkan kemasan modern yang tersedia.
Berdasarkan tinjauan teori dapat dikatakan bahwa Penggunaan bahan kemas yang bersifat alami ini memberikan nilai estetika tersendiri, baik dari segi penampilan maupun ciri khas produk yang dikemasnya. Bahan kemasan alami ditinjau dari segi keberadaannya, masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga yang relatif murah lagi pula tidak memberikan dampak yang negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membuat produk lain, misalnya kompos. Akan tetapi bilamana tidak segera ditangani, maka limbah bahan kemas alami ini dapat pula memberikan dampak negatif, dengan memberikan cemaran karena aroma yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut dapat menghasilkan bau yang tidak sedap.
BAB. V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat diambil kesimpulan bahwa;
Kemasan alami merupakan bahan baku utama untuk menjaga produk dari factor-faktor, seperti kontaminasi (agar produk tetap terjaga kehigenisannya); kerusakan ketika dibawa dan didistribusikan; serta unsur-unsur lain, seperti cuaca, panas, dan air.
Daun pisang digunakan untuk mengemas nasi buras, ketupat dan produk yang bersifat padat. Jenis daun yang digunakan sebagai kemasan antara lain; daun pisang, dan daun kelapa. Sedangkan kemasan kayu dan bambu digunakan untuk mengisi tomat, rica, kunyit dan produk hasil pertanian baik dalam pengangkutan ataupun penjualan di pasar.
5.2. Saran
Dari praktikum yang dilakukan praktikan masih membutuhkan kritik dan saran untuk memperbaiki laporan dan metode praktikum agar memiliki hasil yang memuaskan diwaktu yang akan datang.
Daftar Pustaka
Julianti, E., & Nurminah, M. (2006). Teknologi Pengemasan. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Karina, Y. A., Hartanto, D. D., & Sylvia, M. (2014). PERANCANGAN KEMASAN INOVATIF SATE AYAM LISIDU SURABAYA. Jurnal DKV Adiwarna ,1(4), 12.
SOLAG, A. I. (2014). KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM KEMASAN YANG BELUM MEMENUHI STANDAR NASIONAL INDONESIA.
Astuti, N. P. (2009). Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang Dan Daun Jati (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Hendrasty, Henny K. 2016. Pengemasan dan Penyimpanan Bahan Pangan. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Hidayat, Y., & Triharyanto, E. (2017). PENINGKATAN DAYA JUAL ANEKA PRODUK OLAHAN MAKANAN MELALUI TEKNIK PENGEMASAN PRODUK. Jurnal Kewirausahaan dan Bisnis , 19(10).
Posting Komentar