BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Backing (pemanganan) merupakan salah satuh teknik pemasakan makanan dengan penggunaan panas secara konveksi. Panas kering dalam proses backing mengubah bentuk patih dalam makanan dan menyebabkan permukaan luarnya menjadi coklat dan memberikan penampilan yang menarik berupa warna yang kecoklatan disebabkan oleh karamelisasi gula dan reaksi maillard. Hal ini sering suatu keuntungan, terutama dalam situasi dmana pengeringan adalah hasil yang diinginkan. Misalnya dalam backing (pemanganan) roti. Variasi dalam oven, bahan – bahan dan resep yang digunakan dalam pembakaran roti menghasilkan berbagai roti yang diproduksi.
Roti
manis adalah roti yang mempunyai rasa manis yang menonjol, bertekstur empuk dan
umumnya dapat ditambahkan bermacam isi (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004). Produk yang direncanakan akan diproduksi ada 3 macam
yaitu roti tanpa isi, roti kismis dan roti dengan isi coklat, keju dan selai
blueberry. Pemilihan isi dari roti manis tersebut dikarenakan mudah didapat dan
mempunyai warna yang menarik sehingga disukai oleh masyarakat baik anak-anak,
remaja maupun orang dewasa. Keunggulan roti manis adalah berasa manis apabila
dibandingkan dengan roti tawar serta lebih praktis karena penyajiannya mudah,
bentuknya kecil sehingga dapat dengan mudah dibawa kemana-mana.
Roti
adalah sejenis makanan yang bahan dasar adalah tepung terigu dan air yang
umumnya difermentasikan oleh ragi. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia
membuat roti dengan berbagai bahan tambahan seperti gula, garam, mentega dan
telur yang bertujuan untuk menambah cita rasa, tekstur, warna dan aroma
tertentu.
Secara
umum tahapan pembuatan roti dilakukan dengan cara pencampuran adonan,
fermentasi dan pemanganan dalam oven. Proses yang paling penting dan mendasar
dalam pembuatan roti adalah proses biologis yang disebut fermentasi yang
dilakukan oleh ragi roti (khamir). Khamir merupakan komponen utama yang
berfungsi mengembangkan, mematangkan, memproduksi senyawa – senyawa gas dan
aroma adonan melalui fermentasi yang dilakukan.
Tujuan
Tujuan
dari praktikum yang dilakukan adalah;
Ø Menentukan
karakteristik tepung
Ø Mengetahui
pengaruh jenis tepung dan lama waktu fermentasi terhadap larakteristik produk
roti yang dihasilkan.
Manfaat
Manfaat
yang diperoleh dari paktikum yang dilakukan ini adalah;
Ø Mengetahui
karakteristik tepung
Ø Mengetahui
pengaruh dan waktu fermentasi pada produk roti manis yang dihasilkan.
BAB II
Tinjauan
pustaka
Pengertian Roti
Roti
merupakan produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang di fermentasi dengan
ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang diolah dengan cara dipanggang
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Roti
termasuk dalam salah satu produk bioteknologi konvensional karena adanya proses
fermentasi yang memanfaatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007).
Roti
dibuat melalui dua proses yaitu pembuatan dan pemanggangan, dimana keduanya
sangat penting dalam menentukan mutu produk akhir dari roti. Jenis roti ada
berbagai macam yaitu roti kukus, roti panggang, dan roti goreng. Roti tawar dan
roti manis merupakan jenis roti yang dipanggang (Suprapti, 2003).
Zat
gizi yang terdapat didalam roti yaitu β-karoten, tiamin (vitamin B1),
riboflavin (vitamin B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi,
iodium, kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino tertentu
untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh. Kandungan protein yang terdapat
dalam roti mencapai 9,7%, lebih tinggi dibandingkan nasi yang hanya 7,8%
(Jenie, 1993).
Hampir
semua jenis roti dibuat dengan proses yang sama yaitu pencampuran (mixing),
fermentasi, pembentukan (proofing), pengempesan (sheeting), pencetakan
(molding), pemanggangan (baking), penurunan suhu (cooling), dan (terkadang) pengirisan
(slicing) (Zhou dan Hui, 2004).
Bahan
Baku Roti
Secara umum Bahan baku untuk pembuatan
roti terdiri dari tepung terigu, ragi,
gula, telur, garam (NaCl), air, susu, dan mentega (Auliana, 2009).
Tepung
Salah satu bahan utama pembuat roti
yaitu tepung terigu. Tepung yang digunakan dalam pembuatan roti merupakan
tepung yang mengandung protein tinggi sebesar 11-13% protein. Protein dalam
tepung terigu sangat bermanfaat dalam pembuatan roti karena dapat memberikan
sifat mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan
mudah digiling.
Tepung
terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah
menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau asing
seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga tikus,
kotoran, dan kontaminasi benda-benda asing lainnya. Kadar protein tepung terigu
dan kadar abu merupakan hal utama yang harus dipertimbangkan. Kadar protein
mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan kadar abu erat
hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan.
Bahan
dasar tepung yang biasa digunakan adalah gandum dan jagung. Dalam pembuatan
roti disarankan menggunakan tepung gandum guna menghasilkan pengembangan roti
yang lebih baik karena beberapa jenis protein dalam gandum akan menghasilkan
glutein jika dicampur dengan air. Senyawa ini berguna dalam proses pengembangan
roti. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh
ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali.
Berdasarkan
kandungan glutein (protein), tepung terigu yang terdapat dipasaran yaitu tepung
terigu protein tinggi, tepung terigu protein sedang, dan tepung terigu protei
rendah. Pati merupakan komponen terbanyak dalam tepung terigu yaitu sekitar 70%
yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa dalam pati sekitar
20% dengan suhu gelatinisasi 560C-620C (Astawan, 2008). Nilai kalori tepung
terigu per 100 gram bahan yaitu 340 kal (Kent, 1983).
Ragi
atau Yeast
Ragi/yeast
merupakan mikroorganisme atau suatu mahkluk hidup berukuran kecil, pada umumnya
yaitu jenis Saccharomyces cerevisiae yang biasa dimanfaatkan dalam pembuatan
roti. Ragi berfungsi sebagai pengembang adonan dengan produksi gas CO2, serta
sebagai pelunak glutein dengan asam yang dihasilkan, pemberi rasa dan aroma.
Jenis-jenis
ragi yang terdapat dipasaran yaitu ragi tape berbentuk bulat pipih berwarna
putih, ragi roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk.
Saccharomyces cerevisiae berasal dari kata Saccharo yang berarti gula, myces
yang berarti makan, dan cerevisae yang berarti berkembang biak, sehingga ragi
roti merupakan spesies yang hidup dalam berkembang biak dengan memakan gula.
Enzim ragi yang disebut zymase dan karbon dioksida. Prosesnya biasa disebut
fermentasi alkohol (Lange, 2004).
Gula
Gula yang digunakan dalam proses
pembuatan roti umumnya adalah gula sukrosa (gula pasir) yang berasal dari tebu
atau beet (Wahyudi, 2003). Menurut Wahyudi (2003) gula sukrosa (gula pasir) yang
biasa digunakan dalam pembuatan roti dapat berbentuk kristal maupun berbentuk
tepung, Penggunaan gula pada roti manis
memiliki tujuan seperti:
a.
Menyediakan makananan untuk ragi (yeast) dalam fermentasi,
b.
Memperbaiki tekstur produk,
c.
Membantu memepertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran,
d.
Menghasilkan kulit (crust) yang baik, dan
e. Menambah nilai
nutrisi pada produk.
Sukrosa
merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah Dglucopyranosil dan
D-fructofuranosil yang berikatan antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak memiliki
ujung pereduksi sehingga termasuk dalam gula non pereduksi. Sukrosa (C12H22O11)
bersifat mudah larut dalam air dan sedikit higroskopis, sehingga semakin tinggi
suhu kelarutan semakin besar (Tirtowinata, 2006).
Pada
proses pembuatan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi (yeast) untuk
membantu jalannya proses fermentasi sehingga adonan roti dapat mengembang. Gula
juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena proses
karamelisasi dan reaksi Maillard (khususnya gula reduksi) selama pemanggangan.
Akan tetapi gula lebih banyak dimanfaatkan dalam pembuatan biskuit dan kue,
dimana selain memberikan rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur (Winarno,
2004).
Telur
Telur
dalam pembuatan roti berfungsi membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai
pembentuk struktur. Telur dapat memberikan pengaruh pada warna, rasa, dan
melembutkan tekstur roti dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada
kuning telur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi
lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan
dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan (Astawan, 2008). Telur
berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memberikan rasa yang lebih enak dan
membantu untuk memperlemas jaringan zat glutein karena adanya lesitin dalam
telur yang menghasilkan roti menjadi lebih empuk dan lemas (Koswara, 2009).
Telur
merupakan sumber zat protein hewani yang bergizi tinggi. Fungsi telur sebagai
pengental, perekat atau pengikat dalam pengolahan pangan (Tarwotjo, 1998).
Penggunaan kuning telur dapat memberikan tekstur yang lembut pada roti dimana
kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Kuning telur memiliki bentuk yang
padat dan kadar airnya sekitar 50% sedangkan putih telur kadar airnya 86%.
Nilai kalori pada kuning telur yang digunakan dalam pembuatan roti yaitu 361
kkal (Bennion, 1980).
Garam
(NaCl)
Garam
dapur (NaCl) sering kali dimanfaatkan dalam industri pangan. Penggunaan garam
dengan jumlah yang sedikit berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, sedangkan
dalam jumlah yang cukup banyak berperan sebagai pengawet. Garam mengalami
peristiwa hidrasi ion dimana garam akan terionisasi dan menarik sejumlah
molekul air. Semakin besar konsentrasi garam, maka semakin banyak ion hidrat dan
molekul air yang terjerat sehingga menyebabkan aktivitas air (aw) bahan pangan
menurun (Winarno, 2004). Garam juga digunakan sebagai bahan pengawet. Menurut
Pereira (2013) garam pada pembuatan roti harus memenuhi kriteria yang baik
yaitu bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut), halus, tidak
bergumpal, dan mudah larut saat diolah.
Air
Air
yang digunakan dalam pembuatan roti biasanya adalah air es. Air berperan
penting dalam pembentukan adonan karena dapat mengontrol kepadatan dan suhu
adonan. Air memiliki fungsi sebagai pelarut garam, penyebar dan pelarut
bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan memungkinkan adanya aktivitas enzim
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Air dapat mempengaruhi penampilan bahan
pangan, seperti tekstur, warna, dan cita rasa. Kandungan air dalam bahan
makanan juga menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan makanan
(Ningrum, 2006).
Susu
Penggunaan susu untuk produk bakery berfungsi
membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang
kuat karena adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi
pencoklatan dan menambah keempukan karena adanya laktosa (Koswara, 2009).
Keutamaan susu yaitu meningkatkan nilai gizi. Susu mengandung protein (kasein),
gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek terhadap kulit roti
dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (U.S. Wheat Associates,
1983). Susu bentuk bubuk adalah susu yang biasa digunakan sebagai bahan pembuat
roti (Eko dan Eirry, 2007). Hal ini dikarenakan susu bubuk memiliki masa simpan
yang lebih panjang. Susu cair UHT juga dapat digunakan dalam pembuatan roti.
Kandungan gizi susu bubuk per 100 gram adalah 509 kkal (Mahmud, 2005),
sedangkan kandungan kalori susu cair UHT yaitu 150 kkal (Prastiwi, 2015).
Mentega
Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang
manis atau yang asam. Mentega dari lemak yang asam memiliki citarasa yang kuat.
Lemak susu dapat dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat dimasamkan
dengan penambahan pupukan murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang manis
yang telah dipasteurisasikan, sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi
(Winarno,2004).
Mentega
berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti, memperbaiki daya iris
roti, melunakkan kulit roti, dan dapat menahan air sehingga umur simpan lebih
lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan rasa lezat, mengempukkan, dan
membantu pengembangan susunan fisik roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Menurut Ardiman (2014) mentega merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi
nilai kilokalorinya yaitu sekitar 9 kilokalori setiap gramnya.
Prinsip Pembuatan Roti
Menurut
Koswara (2009) secara garis besar prinsip pembuatan roti terdiri dari
pencampuran (mixing), peragian, pembentukan, dan pemanggangan. Tujuan pencampuran
adalah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat, gluten tidak ada dalam
tepung. Tepung mengandung protein dan sebagian besar protein akan mengambil
bentuk yang disebut gluten bila protein itu dibahasi, diaduk-aduk, ditarik, dan
diremas. Tujuan peragian (fermentasi) adonan adalah untuk pematangan adonan
sehingga mudah ditangani dan menghasilkan produk bermutu baik, serta berperan
dalam pembentukan cita rasa roti. Pada tahap pembentukan secara berurutan
adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan, dibentuk, dimasukkan kedalam
loyang dan fermentasi akhir sebelum dipanggang. Sedangkan pada proses
pemanggangan dilakukan pada suhu sekitar 180°C yang pada akhir pembakaran
terjadi pembentukan crust serta aroma. Pembentukan crust terjadi sebagai hasil reaksi
Maillard dan karamelisasi gula.
Pencampuran
(mixing)
Setiap tahap pembuatan roti ini memiliki
fungsi masing-masing. Fungsi dari pencampuran adalah menghomogenkan semua
bahan, membentuk dan melunakkan glutein, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada
karbohidrat dan protein, serta menahan gas pada glutein. Pencampuran harus
tetap dilakukan hingga glutein berkembang dan air menyerap secara optimal.
Proses
pencampuran tidak boleh terlalu lama karena akan merusak susunan glutein,
adonan menjadi panas, dan proses fermentasi semakin lambat. Proses mixing
tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan pencampuran, penyerapan air dari
glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang diinginkan. Waktu
mixing umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit dengan mixer roti (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004).
Peragian
Tahap
kedua yaitu peragian. Tahap ini penting dalam pembuatan roti dimana terjadinya
pembentukan volume dan rasa. Fermentasi sangat dipengaruhi oleh suhu pembuatan
dan kelembaban udara. Kondisi yang baik saat fermentasi adonan roti yaitu
dengan kelembaban udara 75% dan suhu ruangan 35°C. Semakin panas suhu ruangan,
semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Namun sebaliknya, semakin
dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasinya. Selama peragian, adonan
menjadi lebih besar dan ringan. Pada adonan langsung, adonan perlu sekali
dilipar, ditusuk, atau dipukul 1-2 kali selama peragian dan pada akhir
peragian. Pemukulan dilakukan agar suhu adonan rata, gas CO2 hilang, dan udara
segar tertarik kedalam adonan sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Jika
terlalu banyak pukulan, gas yang keluar dari adonan terlalu banyak sehingga
roti tidak mengembang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Enzim β-amilase secara
normal terdapat dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa
yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan etanol
(Winarno, 2004).
Pembentukan
Tahap pembentukan terdiri dari pengadonan dan
pencetakan. Pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah
diistirahatkan digiling menggunakan roll pin, kemudian digiling atau dibentuk
sesuai dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada
di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga
mudah untuk digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Pengadonan
yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya
akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan volumenya
sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian dalam.
Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan menjadi kurang elastis (Wheat
Associates, 1983).
Agar
roti sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang diinginkan,
adonan perlu ditimbang. Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam
beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses
fermentasi tetap berjalan. Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam
cetakan dengan cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas
yang mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan diistirahatkan
dalam cetakan sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran. Proses ini dilakukan agar
roti mengembang, sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan bentuk dan mutu
yang baik (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Pemanggangan
Tahap terakhir yaitu pemanggangan. Roti
dipanggang dalam oven pada suhu kira-kira 205°C. Suhu pemanggangan roti kecil
sekitar 220-230°C selama 14-18 menit. Sebelum pemanggangan selesai, pintu oven
dibuka sedikit sekitar 23 menit. Untuk roti lainnya, pembakaran dengan suhu
oven 220-230°C, kemudian menurun hingga 200°C selama 5-10 menit dan sebelum
selesai, pintu oven dibuka
sedikit
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan
kedalam oven dan dibakar sampai kulit atas roti biasanya berwarna coklat,
bahkan ada yang sedikit gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2
mengembang oleh suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi
mempertahankan volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons
yang lunak dan empuk (Sediaoetama, 1993).
Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang
dipanggang (umumnya roti dan kue) terutama berkaitan dnegan suhu oven dan
lamanya pemanggangan serta pH adonan. Nampaknya taka ada susut vitamin yang
berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan kadar
beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu vitamin yang
disintesa oleh sel khamir (Harris dan Karmas, 1989).
BAB
III.
METODE
PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum
ini dilakukan di laboratorium pengolahan teknologi hasil pertanian. Fakultas
teknologi petanian. Universitas papua. Manokwari – papua barat. Praktikun di
lakukan pada hari atau tanggal; rabu, 11 april 2019. Jam 7.30 – 10.00 (selesai).
Alat
dan Bahan
Dari
praktikum yang dilukakan, peralatan yang digunakan yaitu; timbangan, mixer,
oven, wada pengadonan, wadah fermentasi, mistar, mangkok, buret, kertas PH,
gelas ukur, dan penetrometer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah; tepung
terigu cakra kembar 250 gr, tepung terigu segi tiga biru 250 gr, margarine 40
gr, gula 50 gr, susu skim 10 gr, air 120 Ml, ragi roti 6,25 gr, beras, aquades,
telur 25 gr dan garam 3,75 gr.
Cara
kerja
Pada praktikum ini cara kerja yang digunakan adalah;
1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang bahan (Tepung 250 gr, margarine 40 gr, gula 50 gr, susu skim 10 gr, garam 3,75 gr, ragi, 6,25 gr, telur 25 gr, dan air 125 ML). hasil timbangan bahan kemudian di campur lalu di aduk menggunakan mixer.
3. hasil adukan di buat adonan
4. Pembagian adonan dengan perlakuan waktu (30,45 dan 60 menit
5. Pembuangan gas ( ditekan perlahan)
6. Fermentasi masing masing perlakuan
7. Diprofing 15 menit - mengembang
8. Pengecilan ukuran dan pemanganan
9. Produk roti
10. Analisis kehilangan berat, derajat pengembangan selamah pemanganan, warna dan tekstur setelah pemanganan.
1. Roti dan 2 jenis tepung ( segi tiga biru & cakra kembar)
2. pada 2 jenis tepung dilakukan analisis dengan pengukuran kadar gluten, pengukuran daya serap dan yang terakhir pengukuran Ph.
3. sedangkan pada produk roti yang dihasilkan pengukuran terhadap kehilangan kehilangan berat selamah fermentasi, ukur volume pengembangan dan yang terakhir ukur teksttur dari roti.
pengukuran PH |
Variabel
Pengamatan
variabel yang dapat diamati dalam praktikum ini
adalah, warna,tekstur, kehilangan berat selamah fermentasi, volume pengembangan
pada roti. serta karakteristik dari jenis tepung cakra kembar dan segitiga
biru.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari praktikum yang dilakukan ini
hasil yang didapat diperoleh adalah dapat dilhat pada tabel 1 dan 2 berikut ;
Tabel
1. Hasil pengamatan karakteristik produk roti
Perlakuan |
Parameter |
||||
Tepung |
waktu |
Warna |
Tekstur |
Kehilangan berat selamah
fermentasi |
Vol. pengembangan |
a.
Cakra
kembar |
30 menit |
Coklat mudah |
252 |
3,42 % |
48,97 % |
45 menit |
Coklat |
300 |
79,26 % |
85,36 % |
|
60 meni t |
Coklat tua |
249 |
84,92 % |
194,4 % |
|
b.Segi tiga biru |
30 menit |
Kuning kecoklatan |
245 |
0,52 % |
45 % |
45 menit |
Coklat |
243 |
0,94 % |
35,48 % |
|
60
menit |
Coklat
kekunimgaan |
244 |
1,73 % |
98,50 % |
Tabel
2. Hasil pengamatan karakteristik tepung
Jenis Tepung |
Kadar Gluten |
PH |
Daya serap air
(%) |
|
Basa |
Kering |
|
|
|
Cakra kembar |
2,6809 gr |
0,8935 gr |
5 |
5,27 % |
Segitiga biru |
2,9092 gr |
1,0135 gr |
5 |
5,016 % |
Pembahasan
Dari praktikum yang dilakukan ini
dapat dikatakan menurut (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004).
bahwa roti adalah salah satu
produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang di fermentasi dengan ragi roti
atau bahan pengembang lainnya yang diolah dengan cara dipanggang.
Pada
prinsipnya, ada beberapa tahapan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu berdasarkan
teori Menurut Koswara (2009); terdiri dari pencampuran (mixing), peragian, pembentukan,
dan pemanggangan yang selanjutnya dilakukan analisis sifat fisik dan kimia.
Setelah
menghasilkan roti manis dari praktium ini dapat dilakukan analisi baik
karakteristik hasil pembuatan roti maupun
karakteristik tepung yang digunakan seperti tepung cakra kembar dan segi tiga
biru.
Dari
karakteristik roti yang diamati antara lain; warna, tekstur, kehilangan berat
selamah fermentasi dan volume pengembangan yang dihasilkan. Berdasarkan data
hasil pengamatan yang dperoleh pada tabel hasil pengamatan yaitu;
Warna
Dari
roti yang dihasilkan untuk jenis tepung cakra kembar menghasilan warna pada
waktu pemanganan 30 menit yaitu coklat mudah, 45 menit coklat, dan 60 menit
menghasilkan warna coklat tua. Begitupun dengan roti dari jenis tepung segi
tiga biru mula – mula memiliki warna kuning kecoklatan pada waktu 30 menit,
coklat pada 45 menit, dan 60 menit menghasilkan warna coklat kekuningan. Warna
kuning dan coklat pada roti dari kedua jenis tepung ini diperkirakan karena
faktor jenis tepung yang berbeda dan
karamelisasi gula dan reaksi maillard pada waktu pemanganan. (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004)
Namun dari hasil ini dapat dituliskan bahwa roti yang baik adalah roti yang dipanggang dengan waktu selamah 30 menit karena pada waktu 45 dan 60 menit, warna pada roti akan kurang disukai karena terlalu gosong atau hangus disaat lamanya pemanganan. (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Tekstur
Dari
hasil pengamatan tekstur, secara logika tekstur pada roti yang dihasilkan akan
memiliki tekstur lebih lembut pada waktu pemanganan 30 menit. Namun dalam
pengukururan menggunakan penetrometer dapat dilihat bahwa tektur yang paling
lembut adalah pemanganan pada waktu 45 menit dengan jenis tepung cakra kembar. Hal
ini disebabkan karena Mikroglobule menggelembung karena gas CO2 mengembang oleh
suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi mempertahankan volume
globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan empuk
(Sediaoetama, 1993).
Sedangkan sesuai hasil pengamatan, tekstur pada kedua jenis tepung yang
digunakan mula – mula teksturnya akan semakin keras saat perbedaan waktu
pemanganan yang meningkat.
Kehilangan
berat dan volume pengembangan
Sesuai
tabel hasil pengamatan dapat dituliskan bahwa; jika adonan kehilangan berat terlalu tinggi maka volume
pengembanganpun akan meningkat juga. Hal ini disebabkan Pada saat pemberian
ragi dan pementukan adonan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan akan
mencapai ketebalan volume pengembangan saat pembentukan, (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004).
Kadar gluten basa dan kering pada tepung
cakra kembar dan segitiga biru berperan sifat daya mengikat pada bahan tambahan
yang di tambahkan, Tepung mengandung protein dan sebagian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila protein itu dibahasi, diaduk-aduk,
ditarik, dan diremas. Tujuan peragian (fermentasi) adonan adalah untuk
pematangan adonan sehingga mudah ditangani dan menghasilkan produk bermutu
baik, serta berperan dalam pembentukan cita rasa roti. Pada tahap pembentukan
secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan, dibentuk,
dimasukkan kedalam loyang dan fermentasi akhir sebelum dipanggang. Sedangkan
pada proses pemanggangan dilakukan pada suhu sekitar 180°C yang pada akhir
pembakaran terjadi pembentukan crust serta aroma. Pembentukan crust terjadi
sebagai hasil reaksi Maillard dan karamelisasi gula.( Koswara. 2009).
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
praktikum yang dilakukan dapat dibuat kesimpulan bahwa; roti adalah salah satu
produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang di fermentasi dengan ragi roti
atau bahan pengembang lainnya yang diolah dengan cara dipanggang.
Karakteristik
dari tepung cakra kembar yaitu; memiliki Kadar gluten basa : 2.6809 gr, gluten
kering : 0,8935 gr dengan daya serap sebesar 5,27 %. Sedangkan untuk tepung
jenis segitiga biru memiliki kadar gluten basa : 2.9092 gr, gluten kering
1,0135 gr dengan kadar daya serap air sebesar 5,016 %. Kedua jenis tepung ini
memiliki PH yang sama yaitu; PH 5.
Kedua
jenis tepung ini dapat mempengaruhi produk akhir dari pemanganan roti, pengaruh
yang dapat bisa dilihat yaitu pada
perubahan warna dimana pada roti dari tepung cakra kembar memiliki warna
coklat, namun pada jenis tepung segitiga biru memiliki warna roti agak kuning
kecoklatan. Warna pada produk roti akan
semakin kecoklatan ketika waktu pemanganan meningkat. Teksturpun akan semakin
keras jika waktu pemanganan berada diatas dari 30 menit.
Saran
Dari praktikum ini praktikan dapat
menyarankan agar materi kulia dan praktikum dapat dijalankan secara bersamaan
Saat pertengaan semester
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Elan
Suherlan, 1994, Bioteknologi Bahan Pangan, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA
IKIP Bandung.
Ø F.G.
Winarno, dkk., 1980, Pengantar Teknologi Pangan, Gramedia, jakarta
Ø Hartman,
T.H., and D.E Kester, 1968, Plant Propagation, Prentice hall Inc., Englewood
Cleffs, New Jersey.
Ø Pusat
Pendidikan dan Latihan Pertanian, badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan
Pertanian, 1975, Lembaran Petunjuk Latihan Teknologi Makanan, Pendidikan Guru
Pertanian, PGP-Kejuruan Teknologi Makanan, Yogyakarta.
Posting Komentar